Alih-alih bertanya kapan menikah, kapan wisuda atau kapan punya anak, kamu mungkin bisa memilih membahas bagaimana caranya agar keponakan bisa mendapatkan THR secara merata. Karena pertanyaan “kapan” menimbulkan banyak dampak negatif bagi orang lain…
Siapa yang tak ingin berkumpul bersama keluarga besar? Berbincang seputar banyak hal dan bertukar kabar setelah sekian lama tak bersama.
Momen hari besar keagamaan umumnya menjadi waktu yang tepat untuk berkumpul kembali, tertawa dan saling berbagi cerita, termasuk saat Lebaran seperti sekarang ini.
Sayangnya, usai saling maaf-maafan, banyak topik sensitif yang justru kembali menyulut kekecewaan.
Kapan menikah? Kapan wisuda? Kapan punya bayi? Kapan anaknya punya adik? Kok gendutan? Kok ngga gendut-gendut? Kok jerawatan? Banyak pertanyaan sensitif lain yang bagi sebagian orang sangat mempengaruhi rasa percaya dirinya bahkan jadi beban pikiran.
Lho, kok bisa?
Sebetulnya, pertanyaan ini banyak terlontar beralaskan candaan atau basa basi. Hanya saja, penting untuk diingat bahwa dampaknya juga berbeda-beda, respon yang diberikan untuk menjawab pertanyaan tersebutpun akan berbeda-beda.
Begitu sensitifnya pertanyaan-pertanyaan tersebut, banyak orang berkreasi membentengi diri agar tak menerima pertanyaan itu saat berkumpul bersama keluarga, salah satunya dengan menggunakan pakaian yang telah dibordir tulisan “Jangan tanyakan kapan aku nikah”.
Coba saja main di e-commerce, kaos-kaos dengan kreasi tulisan tersebut banyak sekali ditemukan. Lagi, bagi sebagian orang mungkin topik ini adalah candaan, dan bagi sebagian orang, kaos ini jadi alat untuk membentengi diri.
Dilansir dari Kompas.com, Psikolog Unit Layanan Psikologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Laelatus Syifa, M.Psi menyebutkan, pertanyaan “kapan nikah?” bisa menimbulkan dua dampak, yakni positif dan negatif.
Dampak positifnya, target pertanyaan mungkin akan mendapatkan masukan dari pertanyaan yang sedang diajukan seperti mengenalkan dengan seseorang bagi yang belum punya kekasih, atau tips menghilangkan jerawat bagi mereka yang sedang mengalami masalah jerawat berdasarkan pengalaman penanya. Bisa juga mungkin menjadi pembuka jalan untuk menaikkan berat badan bagi mereka yang berbadan kurus.
Jangan lupa, ada juga dampak negatifnya. Berikut adalah beberapa dampak negatif yang bisa terjadi akibat pertanyaan sensitif yang sering ditanyakan.
Menyulut emosi
Respon masing-masing orang saat menerima pertanyaan sensitif memang berbeda. Ada yang menanggapinya dengan ringan, tapi pemberi pertanyaan juga harus siap bila mendapatkan reaksi di luar dugaan.
Hal ini karena pertanyaan “kapan” tersebut mungkin adalah sesuatu yang sedang ditunggu-tunggu, sesuatu yang sedang diupayakan, sesuatu yang juga sangat diharapkan tapi tak kunjung datang. Atau, justeru pertanyaan tersebut adalah sebuah topik yang sedang dihindari akibat traumatik yang mungkin tak ingin dirasakan kembali.
Sangat memungkinkan penanya dijadikan bulan-bulanan bahkan pelampiasan akibat penantian yang tak kunjung usai. Ya, pertanyaan-pertanyaan sensitif tersebut sangat berpotensi menyulut emosi.
Yang paling parahnya lagi, coba saja cari di mesin pencari ada berapa banyak kasus pembunuhan akibat pertanyaan “kapan menikah” itu. Masih mau dijadikan bahan candaan? Coba dipikir-pikir kembali, ya.
Stress dan depresi
Ketika seseorang mendapatkan pertanyaan “kapan” sebagai motivasi, tentu dampaknya akan baik. Menimbulkan semangat untuk mewujudkan keinginan. Sebaliknya, saat seseorang merespon pertanyaan “kapan” sebagai sebuah tuntutan, orang tersebut akan merasa dikejar waktu, ada target yang harus segera diselesaikan namun tak kunjung selesai.
Pada akhirnya, pertanyaan basa basi berubah jadi bahan pikiran dan berbuntut panjang menjadi stress dan depresi.
Kurangnya rasa percaya diri
Pertanyaan-pertanyaan di atas juga berpotensi menimbulkan kurangnya percaya diri bila si penerima pertanyaan menerima semua opini orang tanpa punya pagar yang kuat dalam dirinya akan kapabilitas dan prestasi yang dimiliki selama ini.
Ubah ke topik lain
Sebegitu berpengaruhnya topik-topik tersebut, akan lebih baik bila dalam sebuah perkumpulan keluarga, pembicaraan mengalir ke topik-topik yang lebih ringan. Kamu mungkin bisa bahas bagian makanan, pemilihan style pakaian Lebaran keluarga lain, atau mungkin berbagi tips agar bisa kasih THR ke keponakan lebih merata.